Sejak kecil sebagai rakyat Indonesia, mungkin tidak aneh jika kita mendengar panggilan haji, panggilan yang sering diharapkan oleh kebanyakan orang yang saya kenal ketika saya masih kecil, panggilan “kehormatan” lah kalau saya istilahkan.
Namun sebagai anak kecil yang punya rasa ingin tahu, saya sering bertanya-tanya kenapa ada istilah Haji bagi orang yang telah berangkat haji, padahal hal ini tidak ada pada amaliah keagamaan yang lain seperti sholat, zakat dan lain sebagainya, diantara hal yang sering membuatku protes pula adalah bahwa kenapa suatu amal ibadah harus membutuhkan pada suatu title atau gelar, apakah hal ini tidak kemudian menjadikan seseorang akan berbuat riya, berbeda dengan gelar dalam bidang keilmuan yang merupakan tanggung jawab yang berat dan amanat yang harus bisa diemban oleh orang yang telah mencapainya. Walaupun kadang akan ada sebagian orang juga protes bahwa seorang yang telah berhaji pun akan menanggung tanggung jawab dan menerima perlakuan seperti itu dengan beratnya dan masih sedikitnya orang yang bisa menjalankannya.
Beberapi kali saya sempat protes ke beberapa senior dan belum ada yang memberi jawaban yang memuaskan, sampai pada akhirnya saya mengikuti seminar Prof Yudian, Alumni Harvard dan Mc Gill yang juga merupakan alumni pesantren salaf Termas Pacitan ini menyampaikan alasan kenapa Orang Indonesia mempunyai panggilan khusus setelah menunaikan ibadah haji, dan ternyata memang jawabannya sangat mengejutkan saya.
Beliau Menjelaskan, bahwa panggilan haji yang ada di indonesia adalah bermula dari kekhawatiran belanda terhadap kaum Muslim yang telah menunaikan Ibadah Haji, mereka memimpin para pribumi untuk menyerang VOC, mereka berapakaian ala Timur Tengah, berjubah dan ber’Imamah, seperti contoh Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol. Maka akhirnya Belanda pun menjalankan Politik Islam, “Sebuah kebijakan dalam mengelola masalah-masalah Islam di Nusantara pada masa itu”. Pemerintah Hindia Belanda mengkarantina penduduk pribumi yang ingin pergi haji maupun setelah pulang haji di Pulau Cipir dan Pulau Onrust, mereka mencatat dengan detail nama-nama dan maupun asal wilayah jamaah Haji. Begitu terjadi pemberontakan di wilayah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda dengan mudah menemukan warga pribumi, karena di depan nama mereka sudah tercantum gelar haji.[1]
Dengan Mendengarkan penjelasan beliau ini pun saya merasa tercerahkan dan pada sisi lain merasa lucu dan aneh, kenapa banyak orang yang merasa bangga ketika telah mendapatkan gelar Haji.
Namun pada dasarnya kita tidak bisa menyalahkan siapapun, kita adalah korban, korban Pembodohan atau juga bisa disebut korban Pendidikan Belanda.[2]
Akhirnya, semoga kita diberi hati yang tulus dan Ikhlas dalam beramal baik Mahdlah maupun Ghairu Mahdlah. Baik Vertikal Maupun Horisontal, Baik terhadap lingkungan maupun terhadap diri sendiri, sehingga bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam bukan hanya rahmat bagi seluruh kaum muslimin. Karena itu adalah tujuan Islam sebenarnya. Semoga bermanfaat. Amin.
Yogyakarta, 12 Januari 2011
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_(gelar)
[2] Sebagaimana disampaikan oleh dosen Orientalisme di Fakultas Syari'ah, Dr. Bunyan, yang notabene beliau adalah lulusan dari salah satu kampus di Belanda. Ketika orang Belanda ditanya kenapa menjajah Indonesia, kebanyakan dari mereka menjawab, “Kami tidak menjajah, akan tetapi mendidik Indonesia, yang pada masa itu masih sangat tertinggal dalam masalah teknologi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar