Pages

Selasa, 23 Maret 2010

Depresi dan Bunuh Diri


Oleh : dr. Andri, Sp.KJ
Klikdokter.com - Kasus bunuh diri kembali menjadi bahan
pembicaraan. Kali ini bagian pusat perbelanjaan yang menjadi tempat untuk melakukan aksi tragis ini. Struktur bangunan yang tinggi membuat pelaku bunuh diri merasa ini tempat yang cocok untuk mengakhiri hidup. Loncat dari ketinggian adalah pilihan mereka. Sayangnya hal ini ternyata juga menjadi pemicu bagi calon-calon pelaku lain untuk mengikuti aksi bunuh diri seperti ini. Jadilah beberapa bulan belakangan ini, media melaporkan aksi bunuh diri meloncat dari ketinggian mal yang sepertinya menular.
Orang kemudian bertanya apa kiranya yang ada dibenak pelaku bunuh diri sehingga nekat melakukan hal tersebut. Tentunya bukan jawaban yang mudah walau pada banyak penelitian dikatakan bahwa kebanyakan dari pelaku adalah orang yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Beberapa tahun lalu di bulan Oktober pada saat kita memperingati Hari Kesehatan Jiwa Internasional yang jatuh setiap tanggal 10, tema yang diambil adalah “Building Awareness, Reducing Risk : Mental Illness and Suicide”. Terfokus pada salah satu bagian dari tema yaitu upaya dalam mengurangi risiko bunuh diri, tentunya tema ini berhubungan dengan kasus bunuh diri yang secara global selalu meningkat dari tahun ke tahun
Banyak orang mengira para pelaku bunuh diri adalah orang yang tidak beriman. Mereka mengambil jalan pintas untuk mendapatkan kebebasan dari tekanan yang menghimpit. Hendaknya kita tidak bersikap demikian. Apa yang terjadi pada pelaku bunuh diri terkadang sulit dipahami oleh kita yang sedang dalam kondisi yang baik. Daripada sibuk menghakimi mereka, ada baiknya kita berempati dengan mereka dan keluarga yang ditinggalkan.
Depresi Penyebab Bunuh Diri
Gangguan depresi sering disebut-sebut sebagai salah satu penyebab orang nekat melakukan bunuh diri. Pada manual diagnosis gangguan jiwa Amerika (DSM-IV) dikatakan bahwa salah satu gejala dari pasien depresi berat adalah adanya ide-ide bunuh diri dan rasa tidak berguna lagi. Pasien depresi berat juga sering mengeluh tidak lagi mempunyai harapan hidup sehingga seringkali merasa tidak ada artinya lagi hidup ini.
Selain itu terdapat suatu gangguan depresi dengan ciri psikotik. Gejala psikotik yang biasanya muncul biasanya berhubungan dengan suasana hatinya saat ini. Pasien depresi berat dengan ciri psikotik sering mengatakan perasaan bersalah yang sangat, adanya suara-suara yang menyuruh agar pasien mati saja dan hinaan serta celaaan yang merendahkan tak kunjung reda terdengar di telinga pasien walaupun sumbernya tidak ada.
Tidak mengherankan pada beberapa pasien depresi dengan ciri psikotik sering melakukan perbuatan impulsif yang mengarah kepada perbuatan menyakiti diri sendiri atau melakukan upaya bunuh diri yang tiba-tiba. Walaupun demikian bukan berarti pasien depresi berat tanpa ciri psikotik tidak akan melakukan perbuatan demikian, hanya saja kemungkinannya lebih kecil
Media dan Perannya
Terkait dengan pemberitaan tentang bunuh diri yang sangat menggemparkan. Banyak televisi juga akhirnya berbondong-bondong untuk ikut memberikan pemberitaan yang menyeluruh, detil dan sedikit dramatisasi. Kesemuanya ini dilakukan mungkin untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara menyeluruh. Namun tahukah di belakang semua itu terkandung suatu risiko yang cukup tinggi, terutama bagi orang dengan gangguan kesehatan jiwa yang memiliki ide bunuh diri yang menonton acara tersebut?
Gambaran yang terlalu detil dan dramatis tentang pemberitaan kejadian bunuh diri sangatlah tidak disarankan. Apalagi bila kejadian bunuh diri tersebut dilakukan oleh seorang pesohor atau selebritis. Terkadang media lupa dengan ikut menggambarkan adegan reka ulang untuk kasus-kasus bunuh diri secara detil. Hal ini dapat menjadi pemicu bagi pemirsa untuk melakukan hal yang sama.
Tidak mengherankan mengapa kejadian kasus bunuh diri dengan cara melompat seperti terkesan menular dan menjadi trend belakangan ini.
Pengobatan Pasien Depresi
Individu dengan gangguan depresi berat haruslah diobati. Gejala-gejala suasana perasaan yang menurun, wajah yang menampakan kesedihan, seringkali ada beberapa yang menjadi mudah marah, aktifitas yang menjadi berkurang, merasa lelah terus menerus dan tidak dapat tidur merupakan gejala-gejala yang sering dikeluhkan individu yang mengalami depresi. Individu juga seringkali mengeluhkan adanya kondisi fisik yang lemah, sering merasa badan tidak nyaman dan beberapa keluhan fisik seperti jantung berdebar, sesak napas dan perasaan tidak nyaman di perut.
Kondisi ini harus segera diobati. Depresi muncul karena berbagai kontribusi dari faktor biologis, psikologis maupun sosial. Secara biologis memang ada penelitian yang mengatakan bahwa kondisi depresi pada seseorang bisa juga terjadi pada keluarga lain dan kerentanan itu memang terbukti ada. Pasien yang mengalami depresi juga mengalami perubahan keseimbangan dalam kondisi neurotransmitter di otak, suatu zat yang penting dalam memberikan signal-signal penghubung di seluruh otak.
Pola daya tahan dan adaptasi seseorang yang berkurang dan melemah terhadap tekanan hidup juga merupakan faktor psikologis yang berpengaruh terhadap timbulnya gangguan depresi. Tidak lepas adalah kondisi sosial lingkungan yang terkadang sangat menekan dan sulit diadaptasi oleh si individu, sehingga menjadi faktor kontribusi yang kuat bagi terjadinya depresi.
Faktor-faktor itu harus diperbaiki satu persatu secara menyeluruh. Tidak heran jika seorang psikiater akan memberikan obat pada pasien depresi agar keseimbangan zat-zat di dalam otaknya menjadi baik kembali. Hal ini biasanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu, karena perbaikan di otak memerlukan waktu yang cukup. Selain itu, keseimbangan otak juga tetap perlu dijaga dengan meningkatkan daya adaptasi individu terhadap stres. Lingkungan sosial juga perlu dimodifikasi, jika tidak memungkinkan maka individu itulah yang perlu meningkatkan daya adaptasinya terhadap kondisi lingkungan yang tidak nyaman tersebut.
Sampai saat ini stigma terhadap pasien gangguan jiwa masih sangatlah kental. Hal ini lah yang terkadang membuat penanganan kondisi gangguan jiwa terlambat. Rasa malu dan enggan berkunjung ke profesional di bidang kesehatan jiwa seperti psikiater atau psikolog klinis terkadang membuat gangguan jiwa tidak terdiagnosis dan akhirnya mengganggu kehidupan dari orang yang menderitanya
Informasi yang tepat dan berkesinambungan terutama di media eletronik seperti televisi mempunyai kekuatan dalam mengurangi stigma yang melekat pada kondisi gangguan jiwa. Informasi tepat yang diberikan saya yakin akan mampu memberikan suatu pengetahuan baru kepada masyarakat tentang sebenarnya gangguan kesehatan jiwa itu
Jangan takut dan malu untuk meminta bantuan kepada profesional jika memang memerlukan. Kondisi depresi yang dibiarkan terus menerus akan merusak otak, mengganggu fungsi daya pikir dan menurunkan kualitas hidup individu yang menderitanya. Belum lagi kejadian bunuh diri akan terus mengintai pasien depresi yang tidak diobati. Penanganan segera dan secara menyeluruh adalah sangat penting karena depresi dapat diobati.


Dr. Andri,SpKJ (andri@ukrida.ac.id)
Anggota Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)
Anggota The Academy of Psychosomatic Medicine
Anggota The American Psychosomatic Society

Tidak ada komentar:

Posting Komentar